Anak Kembar yang Terpisah kembali Bertemu Ibunya, Cerpen
Sabtu, 22 Februari 2020
Edit
Mobil hijau tua dari bagasi lama itu akhirnya keluar menampakkan wujudnya. Mobil yang sudah menjadi incaran para muda-mudi di jamannya itu masih mengkilap.
Betapa tidak senang, akhirnya mobil itu keluar untuk pertama kalinya, mengantarkan keluarga atni beserta anaknya pergi ke sebuah rumah yang berada jauh di desa Rajabasa, Bandarlampung. Sepanjang perjalanan,tak akrab terlihat sekali tatkala mereka bertatapan satu sama lain.
Seakan mereka bukanlah anak dan ibu saaling diam. Kesan yang diperlihatkan ini berawal dari fakta bahwa telah ada yang disembunyikan oleh ibu Ratni terhadap anaknya, Fyan. Masalah yang tidak hanya melibatkan ayah dan ibu Fyan melainkan orang tua lainnya.
“Kenapa? Kenapa baru sekarang?” terusik terus kalimat ini di dalam sanubari Fyan. Baginya, kenyataan yang tak pernah disangka-sangka olehnya menjadi semakin nyata tatkala mobil yang dikendarainya ini telah sampai di perbatasan antara Kemiling dan Rajabasa. Keheningan terpaksa pecah tatkala sang ibu, Ratni menyuruh Fyan untuk berhenti dan turun dari mobil “Ayo, Nak. Kita sudah sampai di tujuan” tungkas ibu. “Baik” jawab Fyan.
Baris bunga lili yang tertanam rapi di pinggir rumah Memeh adalah pemandangan yang tidak selalu dijumpai oleh Bu. Ratni dan anaknya, Fyan. Mereka sengaja datang ke rumah itu, yang perkarangannya tidak menjauhi pepohonan dan bunga-bunga. Tercium sekali dari halaman rumah itu, bau khas bunga melati dan mawar yang menghiasi pot-pot hias milik keluarga Memeh.
Siapakah memeh? Lantas ada hubungan apa Memeh dengan masalah ini? Tentu saja tujuan keluarga Ratni datang ke sana bukanlah sekedar melihat sang mawar untuk menjauhi kuncupnya, bukan pula untuk membeli keindahan sang melati dengan harumnya yang khas melainkan mempertanyakan. Apa gerangan yang ingin ditanyakan oleh keluarga Ratni? Apakah sesuatu tentang bunga?
Dari kejauhan nampak sosok Seorang ibu, Memeh dan anaknya keluar, menyambut mereka dengan hangat. “apa kabar ibu Ratni?” sapanya halus. “baik, oh ya. Perkenalkan ini anak saya Nur Fyana Ridwan” Aku langsung menyalimi tangan ibu itu yang halus.
Setelah bercakap sebentar, kami disilakan masuk oleh keluarga tersebut ke dalam ruang tamu. Obrolan pun dilanjutkan di Ruang Tamu. Fyan masih bingung dan berkecamuk dalam hatinya, kira-kira Siapa ibu Memeh ini?
“Jadi begini, Fyan. Ibu ratni sesungguhnya bukanlah ibu kandung kamu, melainkan ibu. Ibu Ratni dulu adalah seorang pasien di rumah sakit tempat Ibu memeh bekerja, pada saat yang sama ia keguguran sehingga meminta ibu untuk memberinya seorang anak”.
"Kaukah orang tua asliku?” jawab Fyan terbata-bata. Dunia seakan berputar, terbayang sudah aku telah menghabiskan waktu yang salah dengan orang yang salah pula.
“lantas, Kenapa melakukan ini semua, Ibu? Kenapa kau memisahkan aku dengan orang tuaku?” jawabku membuatnya tersentak. Ibu Ratni diam sejenak bangun dan memberikan jawaban atas apa yang diperbuatnya.”Ibu melakukan ini semua karena satu hal.
Ayahmu, maksudku suamiku. Saat itu, dia sedang menderita kanker stadium 4 dan aku sedang hamil. Aku ingin memberikan kebahagian kepadanya dan barangkali saja kehadiran seorang anak akan memperbaiki kualitas kesehatannya yang kian hari kian memburuk.
Ibu tak ada maksud untuk memisahkan hubungan antara ibu dan anak. Di dalam hati Fyan tidak terima, namun setelah mendengar panjang lebar kalimat penjelas dari Ibu Ratni, ia paham bahwa kehadirannya menyelamatkan nyawa satu orang di keluarga itu.
“Kalau begitu, aku menerima hal ini. Sebab, berkat bayi kecil itu, Ayah dengan ajaib selamat dari kanker ganas yang menyerang perutnya. Sekarang ia sudah lebih sehat dari sebelumnya.
“Benar begitu, adikku” suara kakaknya pecah setelah mendengar kejadian tersebut. Dinasihati oleh kakaknya, Lian. “Aku adalah kakak kembarmu, Fyan. Namaku Lian, semua ini memang sudah kehendak tuhan dan kitapun harus tabah menerimanya, biarkan ini menjadi cerita indah masa lalu dan mulai lagi kehidupan yang bersama lagi” sahut kakaknya.
“Baik kak” tungkas Fyan. Mereka akhirnya menjadi keluarga yang akrab karena kebaikan hati seorang ibu, Memeh.
Betapa tidak senang, akhirnya mobil itu keluar untuk pertama kalinya, mengantarkan keluarga atni beserta anaknya pergi ke sebuah rumah yang berada jauh di desa Rajabasa, Bandarlampung. Sepanjang perjalanan,tak akrab terlihat sekali tatkala mereka bertatapan satu sama lain.
“Kenapa? Kenapa baru sekarang?” terusik terus kalimat ini di dalam sanubari Fyan. Baginya, kenyataan yang tak pernah disangka-sangka olehnya menjadi semakin nyata tatkala mobil yang dikendarainya ini telah sampai di perbatasan antara Kemiling dan Rajabasa. Keheningan terpaksa pecah tatkala sang ibu, Ratni menyuruh Fyan untuk berhenti dan turun dari mobil “Ayo, Nak. Kita sudah sampai di tujuan” tungkas ibu. “Baik” jawab Fyan.
Baris bunga lili yang tertanam rapi di pinggir rumah Memeh adalah pemandangan yang tidak selalu dijumpai oleh Bu. Ratni dan anaknya, Fyan. Mereka sengaja datang ke rumah itu, yang perkarangannya tidak menjauhi pepohonan dan bunga-bunga. Tercium sekali dari halaman rumah itu, bau khas bunga melati dan mawar yang menghiasi pot-pot hias milik keluarga Memeh.
Siapakah memeh? Lantas ada hubungan apa Memeh dengan masalah ini? Tentu saja tujuan keluarga Ratni datang ke sana bukanlah sekedar melihat sang mawar untuk menjauhi kuncupnya, bukan pula untuk membeli keindahan sang melati dengan harumnya yang khas melainkan mempertanyakan. Apa gerangan yang ingin ditanyakan oleh keluarga Ratni? Apakah sesuatu tentang bunga?
Dari kejauhan nampak sosok Seorang ibu, Memeh dan anaknya keluar, menyambut mereka dengan hangat. “apa kabar ibu Ratni?” sapanya halus. “baik, oh ya. Perkenalkan ini anak saya Nur Fyana Ridwan” Aku langsung menyalimi tangan ibu itu yang halus.
Setelah bercakap sebentar, kami disilakan masuk oleh keluarga tersebut ke dalam ruang tamu. Obrolan pun dilanjutkan di Ruang Tamu. Fyan masih bingung dan berkecamuk dalam hatinya, kira-kira Siapa ibu Memeh ini?
“Jadi begini, Fyan. Ibu ratni sesungguhnya bukanlah ibu kandung kamu, melainkan ibu. Ibu Ratni dulu adalah seorang pasien di rumah sakit tempat Ibu memeh bekerja, pada saat yang sama ia keguguran sehingga meminta ibu untuk memberinya seorang anak”.
"Kaukah orang tua asliku?” jawab Fyan terbata-bata. Dunia seakan berputar, terbayang sudah aku telah menghabiskan waktu yang salah dengan orang yang salah pula.
“lantas, Kenapa melakukan ini semua, Ibu? Kenapa kau memisahkan aku dengan orang tuaku?” jawabku membuatnya tersentak. Ibu Ratni diam sejenak bangun dan memberikan jawaban atas apa yang diperbuatnya.”Ibu melakukan ini semua karena satu hal.
Ayahmu, maksudku suamiku. Saat itu, dia sedang menderita kanker stadium 4 dan aku sedang hamil. Aku ingin memberikan kebahagian kepadanya dan barangkali saja kehadiran seorang anak akan memperbaiki kualitas kesehatannya yang kian hari kian memburuk.
Ibu tak ada maksud untuk memisahkan hubungan antara ibu dan anak. Di dalam hati Fyan tidak terima, namun setelah mendengar panjang lebar kalimat penjelas dari Ibu Ratni, ia paham bahwa kehadirannya menyelamatkan nyawa satu orang di keluarga itu.
“Kalau begitu, aku menerima hal ini. Sebab, berkat bayi kecil itu, Ayah dengan ajaib selamat dari kanker ganas yang menyerang perutnya. Sekarang ia sudah lebih sehat dari sebelumnya.
“Benar begitu, adikku” suara kakaknya pecah setelah mendengar kejadian tersebut. Dinasihati oleh kakaknya, Lian. “Aku adalah kakak kembarmu, Fyan. Namaku Lian, semua ini memang sudah kehendak tuhan dan kitapun harus tabah menerimanya, biarkan ini menjadi cerita indah masa lalu dan mulai lagi kehidupan yang bersama lagi” sahut kakaknya.
“Baik kak” tungkas Fyan. Mereka akhirnya menjadi keluarga yang akrab karena kebaikan hati seorang ibu, Memeh.