Cinta Luar Biasa Hanya ke Allah, Cerpen

Cinta luar biasaku ku serahkan kepada Allah. Semuanya aku simpan di cinta dalam doa. Sebab, sudah beberapa tahun ini aku berhenti mengingat segala tentang wanita. Bagiku cukup menyakitkan ditinggalkan ketika bunga-bunga cinta baru terkembang untuk mencari cinta sejati.

Aku ditinggalkan untuk alasan yang tak masuk akal, sepertinya cinta karena cinta tak akan masuk akal. Aku tambah tersentak dengan perilaku Rindu yang makin memusingkan.
Cinta Luar Biasa Hanya ke Allah, Cerpen
“Sen, kapan sih mau nembak Rindu? Dia punya rasa loh sama kamu”, ucap Elia.
“Aku nggak percaya El. Aku juga udah punya pacar. Masak sih Rindu gitu”, jawab Sena tak percaya.

Hari itu terlalui dengan banyak pertanyaan di benakku. Aku tak pernah menyangka tentang segala ucapan Elia. Ternyata selama ini dia mendekatkan aku dengan Rindu karena maksud tertentu. Entah aku yang terlalu bodoh sehingga tak pernah menyadari setiap kata-kata Rindu. Setelah hari itu aku mengerti bahwa Rindu memang selalu bersikap khusus padaku. Dia tak pernah sedikitpun membuatku kesal.

Aku justru sering sekali berbicara tentang hal-hal yang tak seharusnya. Tapi, Rindu adalah temanku. Aku tak pernah berpikir apapun. Aku bertndak selayaknya seorang teman.

Rindu tak pernah spesial di hatiku sebagai seorang wanita. Dia adalah teman terbaik dan paling mengerti yang pernah aku kenal. Rindu tak pernah membuatku bosan jika sedang saling bertukar pesan singkat. Aku yang paling sering mengirimkan hal-hal aneh untuknya.

Dia tetap saja Rindu pandai membangun suasana. Kami selalu bertukar cerita tentang kegiatan sehari-hari hingga aku dan Rindu seperti kenal dekat dengan orang tua masing-masing. Padahal hanya mendengar lewat percakapan yang kami bangun selama ini.

“Sen aku udah bilang sama ibu katanya kamu boleh main ke rumah”, satu pesan dari Rindu.

Aku tak pernah menyangka sejauh itu Rindu menganggap kedekatan ini. Aku mencoba untuk tak membalas pesannya. Aku mengerti Rindu tak pernah memaksakan apapun ketika aku tak mau. Tapi kali ini aku benar-benar bingung harus bagaimana.

Aku takpernah membayangkan sampai ke sana. Aku senang sekali dekat dengan Rindu, tapi belum untuk hal itu. aku merasa risih dan aneh.

Kedekatanku dengannya mulai sedikit ku beri jarak. Aku hanya ingin benar-benar menerima siapaun tanpa alasan. Jujur aku belum bisa melupakan Dewi dari hatiku. Aku masih tak percaya dengan kekanak-kanakannya. Dia tak yakin tentang kesetiaanku yang diuji jarak.

Padahal apapun telah aku serahkan pada Dewi. Aku tak pernah main-main untuknya. Tapi ada satu hal dimana aku tersadar bahwa Rindu adalah orang yang pertama hadir dalam dukaku. Dengan nyaman aku menceritakan segalanya pada Rindu. Dia benar-benar mendengarkanku dengan baik. Tapi aku justru sering mendiamkan pesannya dan bersikap dingin.

Cukup lama aku bermuhasabah diri atas apa yang telah Allah limpahkan padaku. Semakin aku paksakan mencari dewi-dewi yang lain aku semakin kehilangan-Nya. Rindu juga seolah menghilang perlahan dariku. Jujur aku kehilangannya. Aku selalu ingin tahu apa yang sedang ia lakukan sekarang ini. Apakah dia masih mengigatku , dan yang terpenting apakah dia masih menyukaiku. Aku mulai kehilangan Rindu, aku mulai mencintainya juga.

Tapi kurasa Rindu telah melupakan segala perasaannya. Maka aku memilih mengalihkan segala rasaku pada-Nya. Aku ingin  harapanku tak pernah disia-siakan.  Karena berharap pada manusia adalah keindahan yang sangat menyesatkan.

Aku mulai merubah segala yang menjauhkanku pada Rabbku. Aku memilih melakukan pendekatan-pendekatan dengan kecantikan nikmat Allah. Dia tak pernah sedikitpun mengecewakanku. Sejauh ini aku memantapkan hati untuk mencintai Rindu karena Allah. Andai saja aku bisa sedikit mengalah dengan ego dan sikap dinginku. Aku ingin sekali menyapa Rindu yang benar-benar kurindukan. Aku ingin mengajaknya dengan santun untuk sama-sama mencinta-Nya.

Perlahan aku menepis segala keduniawian. Kubiarkan Allah yang mengatur segala kisahku.

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Footer