Pilih Mahasiswa Aktivis atau Mahasiswa Kupu-Kupu
Jumat, 20 November 2020
Edit
hanalfa.com: Mahasiswa memiliki aneka ragam asumsi yang multi-tafsir terhadap identitas dan peranannya. Di antara beragam faktor yang melatar belakanginya, terdapat faktor tanggung jawab yang besar dengan atas nama “Maha” pada dirinya.
Ada jutaan anak yang bisa mengenyam pendidikan SMA, namun hanya segelintir saja yang dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi universitas. Maka mahasiswa sebagai seorang yang beruntung yang dapat menyelami luasnya samudra ilmu pengetahuan dan pengalaman yang nantiya harus dipertanggung jawabkan secara praktis.
Ada yang berasumsi mahasiswa sekadar kupu-kupu alias kuliah pulang-kuliah pulang. Kegiatannya sebagai mahasiswa seakan-akan sempit oleh ruang dan waktu. Dari rumah ke kampus untuk belajar di dalam ruang kelas dengan mendengarkan ceramah dosen kemudian pulang ke rumah hingga seterusnya, tanpa ada kegiatan lain yang produktif dan progresif. Alasan kuliah-pulang pun beragam, salah satunya khawatir IPK turun dan masa studi lambat.
Ada juga yang berasumsi mahasiswa sebagai aktivis yang progresif. Kegiatannya mencakup kegiatan di dalam ruang kelas dan ruang kelas dengan tetap memperhatikan pentingnya IPK dan masa studi.
Di dalam ruang kelas, mahasiswa aktivis menjadi mahasiswa yang aktif bertanya dan berpendapat selama perkuliahan bersama dosen. Di luar ruang kelas, mahasiswa aktivis pun aktif menyuarakan hak-hak mahasiswa khususnya maupun rakyat Indonesia umumnya melalui organisasi kampus
Idealnya seorang mahasiswa belajar di dalam ruang kelas dan di luar ruang kelas. Mahasiswa harus menjadi aktivis yang mampu belajar di dalam dan di luar ruang kelas, tepatnya mahasiswa dapat mengaktualisasikan dirinya dengan double tracks yang memuat kolaborasi antara akademik bersama dosen dengan kepemimpinan bersama organisasi kampus.
Mahasiswa yang aktif di dalam ruang kelas dan di luar ruang kelas cocok menjadi seorang aktivis yang ditempa menjadi agent of change dan social control untuk berkarya dan berdaya. Agent of change dan social control mengajak mahasiswa untuk dapat kritis dalam menyikapi, mengawasi, dan menilai dinamika bangsanya Indonesia yang tentu dinantikan peranannya oleh rakyat.
Sebut saja runtuhnya orde baru dengan rezim yang berlangsung kurang lebih enam puluh tahun lamanya tumbang oleh mahasiswa, ini tak lepas dari peranan mahasiswa yang sesuai hati nurani rakyat. Sebagai bukti mahasiswa turut mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Akhirnya muncul semangat reformasi dengan gerakan-gerakan sosial dalam proses merumuskan kebijakan, mengkritisi kebijakan, dan mengevaluasi kebijakan agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia pro terhadap rakyatnya sendiri dengan mengacu pada check and balances.
Gerakan-gerakan sosial ditandai oleh kemunculan RUU kontroversial pada periode dua masa jabatan Presiden Jokowi seperti RUU-PKS, RUU-KPK, hingga RUU OMNIBUS LAW yang berujung pada gelombang demonstrasi mahasiswa sebagai rasa pengabdian dan kepedulian mahasiswa terhadap bangsanya Indonesia.
Dengan tagline reformasi dikorupsi, gejayan memanggil, hingga tolak omnibus law membuat mahasiswa beberapa daerah di Indonesia menyatukan energi dahsyatnya untuk menentang kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.
Mahasiswa memperjuangkan hak-hak rakyat agar kemakmuran secara pasti dirasakan oleh semua, kebijakan dari pemerintah harus kembali kepada rakyat sesuai prinsip-prinsip demokrasi Indonesia “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat” dengan gelora “Liberte, Egalite, Fraternite”.
Mari sama-sama menjadi mahasiswa yang proporsional dengan menjadi aktivis yang aktif di dalam ruang kelas dan di luar ruang kelas. Mahasiswa yang akan mendapatkan nilai lebih dari masa-masa kuliahnya yang bermakna dengan prestasi, karya, dan manfaat setelah berjuang ekstra. Layaknya ulat yang berubah menjadi kupu-kupu indah dengan kepakan sayapnya yang terbang bebas setelah melalui masa-masa sulitnya.
Ketahuilah, masa hidup mahasiswa pasca kampus hingga masa kini dan masa depan bangsa Indonesia tak dapat dibeli dengan selembar kertas bertuliskan transkrip saja, tetapi lebih dari itu Indonesia butuh gagasan dan peranan cemerlang dari mahasiswa dengan berprestasi, berkarya, dan bermanfaat untuk kemajuan Indonesia (Penulis: Finka Setiana Adiwisatra, Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Unila).